Translate

Selasa, 22 Juli 2014

Rahasia Keuangan Rohani




1.      Miliki prinsip hidup: Uang adalah berkat Tuhan yang “dipercayakan” pada kita.
Apabila kita menerima berkat dari Tuhan, maka sebenarnya kita tidak berhak atasnya, karena berkat itu hanya titipan/barang kepercayaan dari Tuhan. Kita hanya pengelola berkat itu (Lukas 19:12-26). Dan kita tidak dapat menuntut TUHAN atas apa yang kita kelola. Hanya TUHAN yang berhak memutuskan apa yang dapat kita terima. …………………………………. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………  Tanpa Tuhan yang memberi, kita tidak mungkin mempunyai (Amsal 10:22). ……………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………… Jadilah orang kepercayaan Tuhan (Amsal 28:20): tidak mengejar harta, hanya “mengejar” kehendak TUHAN. ………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………………..  
2.      Jalankan gaya hidup:
a.      Kembalikanlah milik-Nya (Persepuluhan). Persepuluhan adalah 10% dari berkat yang diterima dari Tuhan. ………………………………………………………………………………………………………………………………………..
1)      Janji Berkat Tingkap Langit (Maleakhi 3:10). …………………………………………………………………………………………………………………………………..
2)      Jangan Lupakan Keadilan, Belas Kasihan dan Kesetiaan (Matius 23:23). …………………………………………………………………………………………………………………………………..
b.      Taburkan Benih: berkat untuk orang lain (2Korintus 9:10). Dalam setiap berkat yang kita terima, ada “roti” untuk menjadi makanan kita, dan ada “benih” untuk ditaburkan.  ……………………………………………………………………………………………………………………………………….. Supaya selalu ada benih, maka berdasarkan janji iman buatlah % benih yang ditabur, misal: 5 % dari berkat Tuhan; bila  berkat Tuhan Rp. 10.000,-/hari maka benih 5/100 x Rp. 10.000,- = Rp. 500,-/hari. (Rp. 15.000/bln). Semakin besar berkat yang kita terima, semakin banyak kita berbagi dengan sesama. ……………………………………………………………….
c.       Berikan Persembahan: supaya datang kepada Tuhan tidak dengan tangan hampa (Ulangan 16:16).
1)      Persembahan Tubuh: hidup, kudus dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1-2) ………………………………………………………………………………………………………………………………….
2)      Persembahan yang “seimbang” dengan berkat yang kita terima. Memaksakan diri untuk memberi persembahan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Untuk itu persembahan perlu perencanaan, supaya tidak berhutang untuk memberi persembahan. Oleh karena itu buatlah janji iman % persembahan yang diberikan, misal: 5 % dari berkat Tuhan. ………………………………………………………………………………….

Dengan Prinsip dan Gaya Hidup yang dikelola, maka semua orang dapat berbagi dengan orang lain, sehingga nama Tuhan dipermuliakan. Bila nama Tuhan dipermuliakan, maka Ia hadir untuk memberkati hidup kita. Amin. Selamat mengerjakan Firman Tuhan dan mengalami campur tangan Tuhan Yesus dalam kehidupan.

Senin, 02 Juni 2014

Keesaan Gereja



BAB I
PENDAHULUAN

Gereja merupakan satu kesatuan Tubuh Kristus. Definisi tentang gereja yang sangat ditekankan dalam Perjanjian Baru bukan berhubungan dengan sebuah lembaga, organisasi melainkan berhubungan dengan pribadi-pribadi umat Tuhan yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang Tuhan yang ajaib. (1 Ptr.2:9; 1 Kor.3:16; 6:19-20; 12:12-20). Keesaan Gereja mendapatkan tempat yang utama dalam hati setiap umat Tuhan. Namun sejarah Gereja mencatat bahwa Gereja (umat Tuhan) mengalami perpechan yang terus berkepanjangan semenjak perpecahan pertama yang terjadi pada tahun 1054 antara Gereja Timur dan Barat.
Perpecahan Gereja pada umumnya tidak dikehendaki oleh para tokoh Gereja, karena hal itu juga tidak sesuai dengan kehendak Allah. Mereka tetap berusaha untuk mempersatukan Gereja dalam suatu lembaga Oikumene. Pada abad XIX dan XX upaya pemersatuan itu semakin menyala-nyala. Namun demikian, dalam perkembangan selanjutnya kegerakan oikumene khususnya di Indonesia mengalami sedikit kegoncangan. Persekutuan Gereja-gereja Indonesia mgnalami perpecahan dengan terbentuknya Persekutuan Gereja-gereja Pantekosta Indonesia dan Persekutuan Gereja-gereja Injili Indonesia, dll.
Apabila kita kembali kepada esensi Gereja, maka keesaan Gereja merupakan suatu pengharapan yang seharusnya terjadi. Tetapi apakah hal tersebut akan benar-benar terjadi? Bagaimanakah pelaksanaan keesaan Gereja saat ini? Hal ini menjadi pertanyaan yang masih dicari jawabannya.








BAB II
DESKRIPSI KEESAAN GEREJA

A.    Pengertian Keesaan
Kata keesaan berasal dari kata esa yang berarti “tunggal;satu”[1] sedangkan kata keesaan berarti “sifat yang satu (tidak dua)”[2] Jadi kata keesaan berarti sifat satu, tunggal, kesatuan dan tidak dapat dipisahkan.
B.     Pengertian Gereja
“Kata Gereja dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Portugis, namun kata asal itu juga diambil dari kata Yunani ‘kuriake’ yang aslinya berarti ‘milik Tuhan’”[3] Sedangkan Abineno mengungkapkan bahwa Gereja adalah “umat Allah, yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terangnya yang ajaib untuk memberitakan perbuatan-perbuatanNya yang besar”[4] Jadi Gereja merupakan suatu umat yang dipanggil keluar dari kegelapan ke dalam terangnya Tuhan dan menjadi umat milik kesayangan Tuhan.
C.     Dasar Alkitabiah Keesaan Gereja
Keesaan Gereja merupakan sesuatu hal yang Alkitabiah. Rasul Paulus mencatat tentang pengertian keesaan yang diwujudkan dalam kata kesatuan (enoteV). Menurut Rasul Paulus, keesaan memiliki dua pengertian yaitu: 1. kesatuan Roh dan 2. keseatuan kepercayaan. Kesatuan Roh merupakan suatu tanggung jawab rohani orang-orang percaya untuk terus menerus dipelihara dalam kehidupan berjemaat, sedangkan kesatuan kepercayaan merupakan suatu sasaran kedepan yang akan dicapai setelah setiap jemaat memelihara kesatuan Roh.
Rasul Paulus pun mengungkapkan bahwa Gereja sebagai satu kesatuan tubuh Kristus. Kristus merupakan kepala Gereja dan Gereja merupakan tubuhNya. “Ajaran yang ditekankan oleh kiasan tubuh Kristus adalah: masyarakat Kristen sebagai satu organisasi atau badan yang di dalamnya semua mereka mempunyai peranan, bersekutu dan wajib mengindahkan serta mampertahankan persekutuan itu”[5] Jadi Gereja diharapkan merupakan satu kesatuan organisme yang tidak dapat terpisah.
Keesaan Gereja juga didasari oleh pandangan bahwa Allah Yang Esa memilih satu umat kesayangan untuk menebus mereka dari dosa. “Jemaat adalah satu umat dan satu Allah, umat kepunyaanNya sendiri (1 Ptr.2:9)”[6] Oleh karena Allah itu satu maka satu pulalah umatNya atau gerejaNya.


BAB III
TERWUJUDNYA KEESAAN GEREJA DALAM PERSPEKTIF THEOLOGIS

A.    Penghalang Keesaan Gereja
Berbagai perpecahan yang terjadi dalam Gereja merupakan penghalang terjadinya keesaan Gereja. Terjaadinya perpecahan atau schisma itu disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
  1. Kebenaran yang prinsipil
            Gereja bertumbuh dan berkembang dengan mendasarkan pertumbuhan itu sesuai dengan kebenaran yang tertuang dalam Alkitab. Pandangan dan penafsiran secara manusiawi yang dipimpin oleh Roh dapat menghasilkan suatu prinsip kehidupan yang sangat prinsipil dan tidak dapat diganggu gugat. “Para reformator memang mula-mula tidak mau mendirikan Gereja-gereja lain, tetapi hanya membaharui Dereja yang ada, tetapi karena kebenaran yang mereka pertahankan, perpecahan tidak dapat dielakkan”[7]
Kebenaran yang prinsipil pada satu pihak tidak dapat diterima oleh pihak lainnya. Kedua belah pihak mempertahankan kebenaran yang mereka percayai, oleh karena itu terjadilah ketidaksesuaian dalam memahami kebenaran. Dengan demikian perpecahan atau schisma dapat terjadi walaupun itu pada awalnya tidaklah dikehendaki.

  1. Polarisasi dan Pertentangan
            Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam diri kita sebagai manusia memiliki sisi manusiawi yang negative dimana dapat memunculkan suatu polarisasi dan pertentangan. Polarisasi ini dapat disebabkan oleh karena:
2.1.  Mementingkan diri sendiri, mempertahankan prestise sendiri.
2.2.  Tidak menyepakati siapa yang berwenang dalam menentukan keputusan terakhir apabila timbul suatu perselisihan.
2.3.  Ketidakpuasan terhadap Organisasi.
2.4.  Perbedaan bangsa, suku, bahasa, tradisi, kelompok.
Polaarisasi dan pertentangan tidak sesuai dengan kehendak Alah, bahkan dapat mendukakan Roh Allah (Ef. 4:30), dan juga membuat Gereja menjadi mati (Ef.5:14)

B.     Wujud Keesaan Gereja dalam Perspektif Theologis
Apabila kita menilik perkembangan Gereja masa kini, sudah banyak terbentuk berbagai aliran dan denominasi Gereja. Padahal Tuhan Yesus juga pernah menyatakan bahwa Dialah yang akan membangun GerejaNya (Mat.16:18). Tentunya Karya Kristus bukanlah mewujudkan berbagai aliran dalam Agama Kristen. Keberadaan Gereja masa kini adalah karena perspektif manusia dalam memahami kehendak Allah. Oleh karena itu, untuk mewujudkan keesaan Gereja sebagai satu kesatuan umat Tuhan, amatlah sukar bila tidak melihat dari perspektif Theologis.
Kata Perspektif dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti “1.perspektiv; 2. pemandangan”[8] Sedang kata Theologis berasal dari kata Theologia yang  secara etimologis merupakan “gabungan dari dua kata Yunani: QeoV (Theos) yang artinya Allah dan logoV  (logos) yang artinya: perkataan, ekspresi rasional, uraian atau buah pikiran.”[9] Jadi kata theologis adalah suatu yang bersifat keAllahan berdasar pada pemikiran yang rasional. Jadi perspektif Theologis berarti suatu pemandangan yang dilihat dari kerangka berfikir tentang keallahan.


Adapun Keesaan Gereja dalam Perspektif Theologis dapat terwujud dalam:
  1. Kesatuan Dalam Kristus.
Berdasarkan suatu pandangan Alkitabiah bahwea Kristuslah yang akan membangun Gerejanya, maka terwujudnya keesaan Gereja adalah berada dalam suatu kerangka kesatuan di dalam Kristus. “Kesatuan dalam Kristus adalah pemberian Allah. Karena itu kesatuan dalam Kriostus didak bisa rusak atau musnah dimana dan bagaimanapun anggota-anggota Gereja berkumpul. Sebab yang menghubungkan (= mempersatukan) Gereja-gereja di berbagai tempat itu bukan pertama-tama organisasinya atau pmpinannya atau tata ibadahnya, tetapi Roh yang satu, Tuhan Yang satu, Bapa yang satu, Harapan yang satu, Iman yng satu dn Babtisan yang satu (Ef.4:3-6)[10]
Prioritaas utama untuk meweujudkan kesatuan Gereja adalah kembali berpijak dari Kristus sebagai kepala dan pendiri Gereja.
Tuhan Yesus memikiki konsep kesatuan Jemaat atau gerejaNya dalam doaNya (Yoh.17:17-13). Kesatuan itu adalah suatu kesatuan yang sama antar Bapa dengan Anak. “Kesatuan ini adalah kesatuan dalam distansi: kesatuan yang menyatakan diriNya dalam ketaatan antara Anak kepada Bapa”[11] Jadi karya Allah sebagai anu\gerahNya bagi keesaan Gereja memiliki beberapa tahap:
1.1.  Firman harus diberitakan
1.2.  Allah menguduskan
1.3.  Allah memberi kemuliaan dan kuasa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan.

  1. Gerakan Oikumene
Anugerah Allah yang menyatukan harus dibarengi dengan tindakan GerejaNya untuk menanggapi anugerah Allah ini. Satu kesatuan Roh yang disampaikan  Rasul Paulus merupakan suatu tanggungjawab kita untuk memeliharanya., oleh karena itu, berdasarkan pandangan bahwa Allah menghendaki persatuan umatNya, maka para tokoh reformator berusaha menyatukan kembali Gereja-gereja yang terpecah dalam suatu wadah Oikumene.
Oikumene berasal dari kata Yunani yang mengandung arti “dunia yang didiami”[12] (Luk.2:1;Kis.17:6;Mat.24:14)  Gerakan Oikumene dikerjakan sebagai salah satu wujud yang Alkitabiah menuju keesaan Gereja. Gerakan Oikumene ialah gerakan yang bukan saja berusaha untuk menghubungkan (=mempersatukan) kembali gereja-gereja Tuhan yang terpecah-pecah pada waktu itu, tetapi yang juga membantu Gereja-gereja yang terpecah-pecah itu untuk menampakkan kesatuan mereka dalam hidup dan pelayanan mereka agar kesaksian mereka dapat dipercaya orang.”[13] Jadi Okumene menjadi salah satu wadah untuk menyatukan Gereja-gereja.
Meskipun pada kenyataannya terjadi perpecahan dalam tubuh oikumene, gerakan oikumene tetap relevan bagi perwujudan keesaan Gereja, dengan memperhatikan apa yang menjadi factor penghambat nya. Oleh karena itu dalam Lima Dokumen Keesaan Gereja dibuat suatu kesepakatan bersama untuk mewujudkan kesatuan Gereja. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk maksud persatuan itu, antara lain:
2.1.  Identitas masing-masing Gereja tetap dihormati
2.2.  Sejarah masing-masing Gereja tetap dihormati
2.3.  Tugas panggilan masing-masing Gereja tetap dihormati
2.4. Kewenangan untuk mengatur kehidupan masing-masing Gereja tetap dihormati.
2.5. Pengembangan theologi, daya dan dana dalam rangka tugas panggilan masing-masing gereja tetap dihormati.



BAB IV
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Keesaan Gereja merupakan suatu pengharapan yang dapat saja terjadi. Tuhan Yesus pun berdoa untuk terciptanya suatu kesatuan umatNya. Keesaan GerejaNya terwujud dalam beberapa hal:
1.      Kesatuan dapat terjadi di dalam Kristus, yaitu ketika orang-orang percaya hidup dalam ketaatan dengan Allah melalui pelaksanaan Firman Tuhan, dan juga melalui kehidupan yang meneladani Kristus
2.      Keesaan Gereja harus diwujudkan secara bersama oleh umat Tuhan, yang bersatu bukan atas dasar keseragaman dalam lembaga, organisasi, ataupun liturgy, melainkan dalam kesatuan pelayanan untuk mempermuliakan nama Tuhan, menjangkau jiwa bagi kemuliaanNya

  1. Saran-saran
Kesatuan Gereja harus diwujudkan dengan kerjasama yang baik antara berbagai pihak dalam tubuh Kristus. Walaupun banyak perbedaan di dalamnya, biarlah perbedaan itu menjadi suatu hal yang mempersatukan. Demikian pula para pemimpin Gereja harus memiliki kerinduan yang sama untuk bersatu dalam Kristus, yakni penyerahan total akan kehendak Allah dalam hidup dan pelayanannya.









Kepustakaan


Martin B. Dainton, Gereja Milik Siapa?, Jakarta:YKBVK/OMF,1994.

John Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:PT. Gramedia,2000

Johanes Budi Supeno, Diktat Pembimbing Theologia Sistematika, Salatiga:STT Salatiga, 2006,

J.L. Ch. Abineno, Oikumene dan Gerakan Oikumene, Jakarta:BPK Gunung Mulia,1984.

J.L. Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia,1995.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,2002.

Lima Dokumen Keesaan Gereja


[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,2002,hlm.278
[2] Ibid,
[3] Martin B. Dainton, Gereja Milik Siapa?, Jakarta:YKBVK/OMF,1994,hlm. 10.
[4] J.L. Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia,1995.hlm.2.
[5] Martin B. Dainton, Op.cit., hlm.71.
[6] Ibid., hlm.73.
[7] J.L. Ch. Abineno, Oikumene dan Gerakan Oikumene, Jakarta:BPK Gunung Mulia,1984,hlm.11.
[8] John Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:PT. Gramedia,2000,hlm.426.
[9] Johanes Budi Supeno, Diktat Pembimbing Theologia Sistematika, Salatiga:STT Salatiga, 2006, hlm 1.
[10] J.L. Ch. Abineno,Op.cit., hlm.13.
[11] Ibid, hlm 17.
[12]Ibid, hlm.7.
[13] Ibid.,hlm.10.